-->

Banyak Jurnalis Dikriminalisasi Gegara Pasal Karet UU ITE, Dewan Pers Harap Ini

Redaksi author photo

Jakarta, BAP--Anggota Dewan Pers Ninik Rahayu berharap tidak ada pasal-pasal karet di RKUHP yang masih dalam pembahasan antara DPR dan pemerintah.

Ninik menilai pasal-pasal karet yang multitafsir semisal yang berada di UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Karena itu ia meminta pembentukan hukum harus dikembalikan dengan tujuan awalnya, yaitu memberikan kepastian dan memberikan perlindungan.

"Dan tentu enggak lagi berisi pasal-pasal karet yang selama ini terus terang kita sudah mendapatkan implikasinya," kata Ninik dalam diskusi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa 19/7/2022 kemarin red.

Ninik melanjutkan keberadaan pasal karet semacam itu sangat rawan digunakan untuk mengkriminalisasi kerja-kerja jurnalis.

"Cukup banyak laporan teman-teman jurnalis kepada Dewan Pers bagaimana dikriminalkan dengan menggunakan Undang-Undang ITE. PR kita di situ belum selesai," ujar Ninik.

Ninik mengatakan pada tiga pekan yang lalu Dewan Pers telah bertemu dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Dalam pertemuan itu Dewan Pers menegaskan penyelesaian kerja-kerja jurnalistik harus melalui Dewan Pers bukan pidana.

"Kami ingin mendudukan bahwa kasus-kasus pers itu diselesaikan oleh Dewan Pers bukan dengan cara pidana," ungkap Ninik.

Dewan Pers Sorot 9 Pasal di RKUHP

Dewan Pers menyoroti sebanyak sembilan pasal di RKUHP. Ninik menilai sembilan pasal di RKUHP itu akan berpotensi menghambat kerja-kerja jurnalistik lantaran mengancam kebebasan Pers.

"Setidaknya ada sembilan pasal yang memang akan berpotensi mengurangi, bahkan menghilangkan kebebasan pers sebagaimana yang dimandatkan oleh UU Pers dan Pasal 27 UUD 1945," jelas Ninik.

Meskipun demikian, lanjut Ninik, Dewan Pers menjadi salah satu lembaga yang sangat concern pada isu tersebut dan sekaligus mendukung penuh upaya perubahan KUHP

"Apalagi kalau mempertimbangkan bacaan kita pada naskah akademik yang dituangkan dalam draf KUHP tahun 2019," lanjut Ninik.

Ninik berharap sembilan pasal tersebut dapat dipertimbangkan kembali keberadaannya di RKUHP. Ninik sendiri mengatakan belum mendapatkan draf resmi RKUHP terbaru, adapun sembilan pasal yang disorot itu didapat pada draf sebelumnya.

"Harapannya kita diskusikan kembali, syukur-syukur ini langsung dihapuskan begitu ya tidak lagi dicantumkan di situ, kalau ini benar ya. Karena terus terang ini karena kita belum dapat (draf) masalahnya di situ," harap Ninik.

Adapun sembilan pasal di RKUHP yang menurut Dewan Pers berpotensi mengancam kebebasan pers, di antaranya:

1. Pasal 188 tentang Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara.

2. Pasal 218-220 tentang Tindak Pidana Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden.

3. Pasal 240 dan 241 tentang Tindak Pidana Penghinaan Pemerintah yang Sah serta Pasal 246 dan-- 248 tentang Penghasutan untuk Melawan Penguasa Umum.

4. Pasal 263 dan 264 tentang Tindak Pidana Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong.

5. Pasal 280 tentang Tindak Pidana Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan.

6. Pasal 302-304 tentang Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan.

7. Pasal 351-352 tentang Tindak Pidana terhadap Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara.

8. Pasal 440 tentang Tindak Pidana Penghinaan dan pencemaran nama baik.

9. Pasal 437, 443 tentang Tindak Pidana Pencemaran.

Sumber: Suara.com

Share:
Komentar

Berita Terkini