-->

Pedagang dan Warga Tolak Kebijakan PPN Sembako

Abdul Rafar author photo

Aceh Utara, BAP--Pedagang sembako meminta pemerintah kembali mempertimbangkan rencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada barang kebutuhan pokok.

Menurutnya daya beli masyarakat sudah menurun akibat Covid-19, oleh karenanya akan semakin tertekan jika ditambah beban dengan pengadaan PPN pada bahan pokok.

Warga dan pedagang di Pasar Tradisional Kota Panton Labu, Aceh Utara menolak rencana pemerintah untuk menerapkan pajak sembako.

Mereka menilai penerapan pajak tersebut akan memberatkan masyarakat di saat situasi ekonomi sedang sulit akibat pandemi Covid-19.

Penerapan PPN akan mengakibatkan harga sembako semakin mahal di pasaran. Masyarakat dalam hal itu pembeli tentu akan berat untuk membeli kebutuhan pokok tersebut.

Hal itu dikatakan oleh Ibrahim seorang pedagang dipasar tradisional Kota Panton Labu, Kabupaten Aceh Utara. Dia menyebut rencana pemerintah mengenakan pajak pada bahan kebutuhan pokok akan semakin menekan kondisi ekonomi masyarakat.

"Kalau semua ada PPN kasian masyarakat daya belinya masyarakat semakin turun. Sebelum ada PPN aja daya belinya menurun karena Covid-19. Apalagi ada PPN makin turun," kata Ibrahim kepada beritaacehpoe.net Jum'at 11/6/2021.

Sementara itu Ibu rumah tangga sangat tidak setuju rencana pemerintah mengenakan pajak tambahan (PPN) terhadap barang pokok atau sembako. Alasannya, pungutan PPN bakal membuat harga sembako semakin melambung.

"Aku enggak setuju kalau di kena pajak, sembako jadi mahal, sekarang aja harga sembako sudah melambung seperti Migor curah, telur ayam, gula pasir," tutur Faridah  seorang IRT yang tinggal di seputaran Panton Labu.

Putra pemilik warung kopi yang berjualan diseputaran Kota Panton Labu menuturkan, bahwa dirinya menilai wacana ini bertolak belakang dengan keinginan pemerintah menaikkan daya beli masyarakat agar ekonomi pulih.

Ia pun tak setuju dengan wacana pengenaan PPN terhadap sembako, dan meminta pemerintah untuk tidak memberlakukannya.

"Dalam situasi rakyat terpuruk, ekonomi rakyat sedang terjepit, pajak lain juga banyak, PBB itu kan besar juga, kalau kami ada pajak warung kopi lagi yang dikutip setiap bulan.Nah sedangkan ini pula yang mau dikenakan, yang paling berhubungan dengan hajat hidup rakyat banyak, hendaknya ini tidak diberlakukan," ujarnya.

Share:
Komentar

Berita Terkini