-->

DKPP Berhentikan Zainal Abidin Anggota Komisioner KIP Aceh Timur

Ismail Abda author photo

Banda Aceh, BAP--Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah memutuskan untuk memberhentikan secara tetap Zainal Abidin, anggota Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh.

Putusan ini dibacakan majelis di Ruang Sidang Gedung DKPP, Jakarta, Rabu 13/1/2021. Dalam putusannya majelis memutuskankan,  menerima pengaduan pengadu untuk sebagian,  menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap kepada Teradu I Zainal Abidin selaku Anggota KIP Kabupaten Aceh Timur terhitung sejak dibacakannya putusan ini.

Selanjutnya dalam putusan Nomor 138 tanggal 13 januari 2021 tersebut majelis juga menjatuhkan Sanksi peringatan terhadap teradu 2 sampai dengan teradu 5 yaitu Nurmi Ali selaku ketua merangkap anggkota KIP Aceh Timur dan  Eni Yuliana, sofyan dan faisal selaku ketua dan komisioner KIP Aceh Timur, Putusan ini berlaku sejak dibacakan putusan.

Pada poin terakhir putusan, majelis memutuskan merahabilitasi nama baik teradu 6 Maimun SE selaku ketua merangkap anggota Panwaslih Aceh Timur, putusan berlaku sejak putusan dibacakan. Dan meminta KPU serta Panwaslih Aceh untuk melaksanakan putusan dalam waktu 7 hari sejak putusan dibacakan.

Seperti diketahui, Zainal dilaporkan oleh seorang pensiunan PNS yang juga mantan Caleg DPRK Aceh Timur dari Partai Daerah Aceh (PDA), Sulaiman.perkara nomor 138-PKE-DKPP/XI/2020, Sulaiman menyerahkan kuasanya kepada Advokad Auzir Fahlevi.

Dalam perkara itu, Zainal yang juga mantan ketua Panwaslih Aceh Timur menjadi teradu bersama empat komisioner KIP Aceh Timur yang lain dan Ketua Panwaslih Aceh Timur.

Zainal dan keempat koleganya diadukan atas dugaan melakukan kecurangan dalam tahapan perhitungan suara Pemilu 2019, di antaranya adalah manipulasi informasi dokumen DB-1 DPRK sehingga memunculkan dua versi DB-1 DPRK Aceh Timur.

Dalam sidang, terungkap bahwa dua versi DB-1 DPRK Aceh Timur diketahui oleh pengadu dan PDA setelah menerima DB-1 DPRD Aceh Timur dari KIP Aceh Timur pada 17 Mei 2019.

Pengadu merasa heran dan terkejut karena hasil rekapitulasi Rapat Pleno tertanggal 04 Mei 2019 telah berubah dengan rekapitulasi terbaru versi lain tanpa adanya proses pleno.

Rekapitulasi itu berbeda dengan hasil Rekapitulasi sebelumnya sesuai Berita Acara Nomor 36/PK.01-BA/02/1103/KIP-KAB/V/2019 Tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Di Tingkat Kabupaten Aceh Timur Pemilihan Umum Tahun 2019.

Terlebih lagi, kedua DB-1 DPRK itu juga sama-sama ditandatangani oleh semua anggota KIP Aceh Timur.

Berdasar Rapat Pleno pada tanggal 04 Mei 2019 Partai Aceh memperoleh suara keseluruhan di Dapil 2 sebesar 23.420 suara. Namun, dalam DB-1 DPRK yang diterima oleh pengadu/partai Pengadu dari KIP Aceh Timur pada tanggal 17 Mei 2019 menjadi 23.720 suara.

Dalam sidang juga terungkap fakta bahwa Zainal telah bertemu dengan Pengadu di luar kantor KIP Aceh Timur. 

Pertemuan ini dilakukan setelah saksi dari PDA, Tengku Ridwan berupaya mengkonfirmasi terkait adanya versi DB-1 DPRK Aceh Timur yang diterima oleh PDA.

Saat itu, Zainal masih menjabat sebagai Ketua KIP Aceh Timur. Tengku Ridwan pun hadir sebagai saksi dalam sidang pemeriksaan perkara ini pada 27 November 2020 di Kantor Panwaslih Provinsi Banda Aceh, Banda Aceh.

"Terungkap fakta pertemuan tersebut terjadi pada tanggal 21 Mei 2019 tanpa sepengetahuan Anggota KIP Aceh Timur yang lain. Teradu I meminta maaf dan berjanji akan membantu menyiapkan dokumen yang dibutuhkan Pengadu untuk keperluan sengketa hasil di Mahkamah Konstitusi," kata Anggota Majelis, Dr. Ida Budhiati saat membacakan pertimbangan putusan.

Ida menambahkan, tindakan Zainal yang bertemu calon anggota DPRK Aceh Timur dari PDA di sebuah rumah makan pada tanggal 21 Mei 2019 tidak dibenarkan menurut hukum dan etika.

"Dalih Teradu I bahwa pertemuan tersebut dimaksudkan untuk menghindari potensi keributan di kantor tidak beralasan menurut hukum dan etika," jelas Ida.

Apabila terdapat suatu kondisi yang berpotensi menimbulkan kegaduhan sosial di lingkungan kerja KIP Aceh Timur, lanjut Ida, yang seharusnya dilakukan Zainal adalah berkooordinasi dengan pihak kepolisian setempat untuk mengambil tindakan hukum jika terdapat intimidasi maupun intervensi yang berupaya mempengaruhi kemurnian hasil Pemilu.

"Sikap dan Tindakan Teradu I, melakukan pertemuan dengan Calon Anggota DPRK Aceh Timur di luar kantor justru menimbulkan syakwasangka adanya keberpihakan kepada peserta pemilu tertentu," terang Ida.

Bqqerdasar keterangan saksi bernama Faisal, Zainal terbukti menyerahkan salinan Formulir DA-1 dan DB-1 DPRK Dapil Aceh Timur 2 yang berbeda dengan Hasil Pleno Rekapitulasi pada tanggal 4 Mei 2019.

"Dengan demikian Teradu I terbukti melanggar prinsip jujur, memberikan data dan informasi hasil Pemilu tidak sesuai dengan fakta sebagaimana ketentuan Pasal 9 huruf a, Pasal 10 huruf a, Pasal 11 huruf a dan d, dan Pasal 12 huruf e Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu," tegas Ida.

Selain itu, dalam pertimbangan putusan juga disebutkan adanya fakta pada pleno tanggal 4 Mei 2019 terdapat beberapa Formulir Model DB-1 DPRK Dapil Aceh Timur 2 hilang sehingga harus dicetak ulang dan ditandatangani kembali oleh Teradu I s.d Teradu V namun tidak dibubuhi tanda tangan beberapa saksi peserta Pemilu.

Sidang pembacaan putusan ini dipimpin oleh Ketua DKPP yang bertindak sebagai Ketua Majelis, Prof. Muhammad yang didampingi Anggota DKPP sebagai Anggota Majelis, yaitu Dr. Alfitra Salamm, Prof. Teguh Prasetyo, Didik Supriyanto, S.IP., M.IP., Dr. Ida Budhiati, dan Pramono Ubaid Tanthowi.

Share:
Komentar

Berita Terkini