-->

Petani Kopi Gayo di Ambang Kemiskinan Struktural

Redaksi author photo

Photo: Maharadi di sebuah sudut kebun kopi miliknya. /Ist.

Takengon, BAP--Petani Kopi Gayo harus secepatnya beralih ke tanaman lain sebelum kemiskinan strukturtural membelenggu  petani kopi di Gayo.

Demikian diungkapkan Maharadi, seorang petani Kopi Gayo di Takengon yang merasa khawatir dengan terpuruknya harga kopi dunia semenjak covid-19 melanda berbagai belahan dunia.

"Sepanjang tahun 2020 banyak petani kopi di kawasan Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues mengalami kerugian sebagai dampak turunnya harga kopi. Ini tentu saja sangat berpengaruh pada tingkat pemenuhan kebutuhan petani kopi," kata Maharadi.

Musim panen selama dua bulan terakhir membuat petani kopi mengalami kesusahan.

Harga kopi sebelum pandemi berkisar 10.000  sampai 12.000 rupiah per bambu. Namun setelah pandemi harga turun menjadi 6000 hingga 5000 ribu rupiah.

Harga ini menjadi tidak sebanding karena petani harus membayar biaya petik senilai 2000-2500 ribu rupiah per bambu.

Ini fenomena yang membelenggu petani kopi saat ini dan berkemungkinan jangka panjang yang berdampak pada generasi petani masa depan.

"Fenomena ini yang saya sebut sebagai coffee farmer circle atau lingkaran siklus petani kopi. Meskipun petani di sini pemilik kebun dan bertani, kalau dibiarkan terus seperti ini dalam belenggu kemiskinan, ini akan menjadi masif. Bisa saja anak petani kopi di Gayo ke depan,  untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi saja akan susah," lanjut aktivis Gayo yang masih setia melajang ini.

Ia menambahkan, pengusaha lokal dan luar negeri justru tidak merasa rugi, berapapun harga kopi, karena mereka pebisnis, jadi tidak mau rugi.

Oleh karena itu, sarannya sebaiknya petani kopi beralih saja ke komoditas yang lain. Petani harus realistis melihat kondisi pandemi ini.

"Belum ada jaminan harga kopi akan normal kembali dalam beberapa tahun ini. Kalaupun masih dipertahankan, pengeluaraan akan lebih banyak di pemupukan, dan perawatan" terangnya lagi.

"Jika petani kopi Gayo sejahtera dengan lahannya, tentu petani akan mempertahankan. Tapi jika tidak ada jaminan, petani harus mencari nilai ekonomi yang lebih baik. Sikap ini yang harus dipiih petani," sebutnya.

Menurutnya, semua pilihan ada di petani kopi Gayo untuk menentukan sikap di masa sulit ini.

Petani kopi Gayo harus membuka mata dan beradaptasi pada tanaman lain yang potensi pasarnya bagus untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Dalam catatan Maharadi, ada sekitar 78 ribuan KK petani kopi dengan luas areal mencapai 101.473 hektar yang tersebar di tiga kabupaten, Bener Meriah, Aceh Tengah dan Gayo Lues.

Dari data Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Kabupaten Benar Meriah dan Aceh Tengah memproduksi rata-rata 66.250 ton kopi/tahun.

Sayangnya dari jumlah ini sampai April 2020 baru 22 ton yang terealisasi, sementara 64 ton sisanya belum terealisasi karena terancam tidak dibeli buyer sebagai dampak dari pandemi.

Persoalan utama belum ada kesepakatan pembelian dari buyer luar negeri, hingga berdampak turunnya harga kopi Gayo.

Selain itu  kebutuhan industri, distribusi, transportasi dan logistik juga menjadi kendala saat ini. Pengepul kopi juga kesulitan untuk menjual stok kopi  sebelumnya.

Inilah alasan yang kemudian menjadi dasar kenapa petani kopi harus beralih ketanaman lain.

Pemerintah Aceh dan dua pemerintah kabupaten penghasil kopi Gayo mengabaikan penderitaan petani kopi yang selama ini mengharumkan nama daerah.

Padahal dari jumlah produksi dan estimasi petani dari ke tiga kabupaten penghasil Kopi Arabika Gayo ini, bisa menyumbangkan devisa sebesar Rp13,3 triliun per tahun, tambahnya.

"Sementara arah kebijakan Pemerintah Aceh tidak berpihak kepada petani kopi. Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2021 sebesar Rp 16,9 triliun itu tidak ada yang berpihak kepada petani Kopi di Gayo. Tidak ada alokasi stimulus untuk mengerakkan ekonomi petani. Gubernur, Bupati, DPRA, DPRK mereka abai terhadap penderitaan kami. Mereka menipu kami dengan janjinya. Salahkah kami menjadi petani yang tak kaya dan miskin rezeki ini?" tanya Maharadi menutup kalimatnya.

Share:
Komentar

Berita Terkini