-->

Inilah Profil Manusia Perahu "Pengungsi Rohingya"

Redaksi author photo

Beritaacehpoe.net--Arus manusia perahu pengungsi Rohingya dari Myanmar mencuat jadi topik berita utama di tataran internasional. Siapa etnis Rohingya dan mengapa mereka mengungsi secara massal? Inilah profilnya.

Tahun 2015 aksi pengungsian lebih 25.000 warga Muslim Myanmar dengan menggunakan perahu mencuat jadi topik berita di tataran Internasional.

Tahun 2016 arus pengungsi makin menderas. Masalah muncul terkait sikap pemerintah di tiga negara, yakni Thailand, Malaysia dan Indonesia dalam menangani manusia perahu itu.

Sebetulnya exodus etnis Rohingya dari Myanmar atau warga Bangladesh lainnya dengan menggunakan perahu bukan fenomena baru.

Gelombang pengungsian besar-besaran pertama etnis Rohingya dengan menumpang perahu terjadi tahun 2012 saat konflik sektarian antara warga minoritas Muslim Rohingya dengan mayoritas Budhis di negara bagian Rakhine di Myanmar makin memburuk.

Ketika itu lebih 200 warga etnis Rohingya tewas dan 140.000 lainnya digiring ke kamp-kamp penampungan.

Pengungsi Rohingya Ditindas dan Diperas

Pengungsi Rohingya asal Myanmar dan Bangladesh sering terdampar di Malaysia dan Indonesia, setelah menjadi korban pemerasan dan penipuan sindikat perdagangan manusia.

Pelayaran Maut

Setiap tahun, ribuan pengungsi Rohingya asal Myanmar dan pencari suaka asal Bangladesh berlayar menuju Malaysia dan Indonesia dengan kapal-kapal dari sindikat perdagangan manusia.

Dalam tiga bulan pertama 2015, PBB memperkirakan ada 25.000 pengungsi yang berangkat, kebanyakan dari kamp-kamp gelap di Thailand.

Lemah dan Kelelahan

Para pedagang manusia membawa pengungsi dengan kapal lalu meninggalkan mereka di laut, sering tanpa makanan dan minuman.

Kelompok ini terdampar 10 Mei 2015 di daerah pesisir Aceh Utara, lalu diselamatkan otoritas Indonesia dan ditampung di sebuah stadion. Kebanyakan dalam kondisi lemah dan kelelahan.

Perempuan dan Anak-Anak

Sekitar 600 pengungsi tiba di Aceh Utara dengan empat kapal. Pada saat yang sama, lebih 1000 pengungsi ditahan polisi Malaysia dekat Pulau Langkawi.

Diantara pengungsi yang berhasil diselamatkan, banyak anak-anak dan perempuan.

Tertindas dan Tanpa Kewarga Negaraan

Myanmar menganggap warga Rohingya sebagai imigran ilegal dari Bangladesh dan menolak memberi mereka status warga negara, sekalipun mereka telah tinggal puluhan tahun di negara itu.

Banyak warga Rohingya melihat pengungsian sebagai satu-satunya jalan untuk mendapat suaka politik di tempat lain. Tujuan akhir mereka adalah Australia.

Perbudakan Modern

Para pengungsi Rohingya harus membayar sampai 200 dolar AS untuk sampai ke Malaysia kepada pedagang manusia.

Mereka lalu dibawa dengan kapal yang penuh sesak, sering tanpa makanan dan minuman. Mereka biasanya dibawa lebih dulu ke kamp-kamp penampungan gelap di Thailand dan diperlakukan seperti budak.

Gelombang Pengungsi

Asia Tenggara selama beberapa tahun terakhir menjadi salah satu kawasan transit pengungsi, dipicu oleh konflik dan penindasan di beberapa tempat.

Di kawasan Asia Pasifik diperkirakan ada sekitar 11,7 juta pengungsi yang jadi korban sindikat perdagangan manusia, terutama di kawasan Mekong Besar, Kamboja, Cina, Laos, Myanmar, Thailand dan Vietnam.

Etnis Rohingya merupakan kaum minoritas di Myanmar dan Bangladesh, kebanyakan tidak memiliki kewarganegaraan yang sah.

Jumlah populasinya menurut taksiran PBB mencapai sekitar 1,3 juta orang dan kebanyakan bermukim di negara bagian Rakhine yang tergolong paling miskin di Myanmar.

Minoritas Rohingya beragama Islam, sementara mayoritas warga Myanmar beragama Budha.

Walau sudah bermukim di Myanmar selama beberapa generasi, anak cucu keturunan Rohingya tetap dipandang sebagai pengungsi ilegal dari negara tetangga Bangladesh.

Di pihak lain, Bangladesh juga tidak mengakui mereka sebagai warga negaranya. Saat ini terdapat sekitar 300.000 warga Rohingya di Bangladesh, terutama di kawasan perbatasan ke Myanmar.

Rohingya: Genosida di Pelupuk Mata

Minoritas muslim di Myanmar hidup di bawah kezaliman mayoritas. Mereka terusir dari rumah sendiri, tidak memiliki kewarganegaraan dan selamanya dinistakan. Inilah potret kelompok etnis paling tertindas di dunia saat ini.

Pelarian Kaum Terbuang

Sering disebut sebagai minoritas paling teraniaya di dunia, eksistensi Rohingya di Myanmar ibarat bertepuk sebelah tangan.

Mereka tidak diakui sebagai warga negara, tidak punya hak sipil dan terjajah di tanah sendiri. Hingga kini ratusan ribu kaum Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh, Thailand, Malaysia dan Indonesia.

Warisan Kolonialisme

Konflik antara etnis di Myanmar adalah warisan era kolonialisme. Sejak Inggris menduduki kawasan Arakan alias Rakhine 1825, ratusan ribu kaum muslim Bangali diangkut ke Rakhine untuk bekerja.

Inggris juga membangun sistem Zamindari yang mengizinkan tuan tanah asal Bangladesh menduduki lahan-lahan milik masyarakat pribumi.

"Buruh Ilegal"

Membanjirnya buruh migran asal Chittagong mendorong pertumbuhan perekonomian kolonial di Rakhine.

Namun masyarakat pribumi kian tersisih. Sejahrawan mencatat, saat itu mayoritas Buddha di Rakhine meyakini lahan dan lapangan kerja buat mereka dirampas oleh "kaum pendatang ilegal."

Separatisme Kelompok Islam

Pada dekade 1940an, sebagian warga muslim Rohingya mendeklarasikan kesetiaan pada Pakistan yang dipimpin Muhammad Ali Jinnah.

Mereka bahkan mengundang Islamabad untuk menduduki Rakhine. Ketika ditolak, kelompok tersebut melancarkan gerakan jihad yang bertujuan membentuk negara Islam di utara Rakhine.

Pembantaian di Arakan

Ketegangan etnis di Rakhine meruncing setelah Inggris mempersenjatai kelompok muslim Rohingya untuk melawan pasukan Jepang selama Perang Dunia II.

Celakanya pasukan yang diberi nama Chittagonian V Force itu lebih banyak meneror warga pribumi beragama Buddha yang cendrung mendukung Jepang.

Puncaknya terjadi pada 1942 ketika warga Buddha terlibat saling bantai dengan gerilayawan Rohingya.

Tanpa Pengakuan

Setelah kemerdekaan, Myanmar tahun 1948 menetapkan Undang-Undang kewarganegaraan yang tidak mencantumkan Rohingya sebagai salah satu etnis yang diakui negara.

Buntutnya etnis minoritas itu tidak mendapat kewarganegaraan dan semakin rentan terhadap diskriminasi.

Petaka di Negeri Jiran

Situasi di negara bagian Rakhine kian runyam menyusul Perang Kemerdekaan Bangladesh 1971 yang mendorong eksodus pengungsi ke Myanmar.

Tahun 1975 Duta Besar Bangaldesh di Myanmar, Khwaja Mohammed Kaiser, mengakui ada sekitar 500.000 pengungsi Bangladesh yang melarikan diri ke Rakhine.

Arus Balik

Negosiasi pemulangan pengungsi Bangladesh berlangsung alot antara dua pemerintah. Bangladesh ironisnya menolak mengakui sekitar 200.000 pengungsi yang telah dipulangkan oleh Myanmar.

Setelah melewati perundingan panjang, Myanmar setuju menampung para pengungsi tersebut. Proses pemulangan pengungsi pada dekade 1990an yang berada di bawah pengawasan PBB itu berlangsung brutal.

Genosida di Pelupuk Mata

Proses rekonsiliasi antara etnis Rohingya dan mayoritas Buddha di Rakhine berakhir pahit menyusul kerusuhan 2012.

Dipicu oleh pemerkosaan dan pembunuhan perempuan Rakhine oleh tiga pria muslim, mayoritas Buddha menyisir kawasan muslim dan membantai 200 penduduk Rohingya.

Lebih dari 100.000 ribu terpaksa mengungsi dan kebencian terhadap etnis Rohingya semakin membara di Myanmar.

Bedil Menyalak

Jurang antara mayoritas di Myanmar dengan minoritas muslim melebar seiring perang kemerdekaan yang dilancarkan kaum radikal Islam.

Berbagai kelompok, antara lain Rohingya Solidarity Organisation (RSO), mengimpikan negara Islam tanpa kaum Buddha Myanmar.

November 2016 silam sekitar 69 gerilayawan separatis Rohingya dan 17 aparat keamanan Myanmar tewas dalam aksi baku tembak di utara Rakhine.

Diskriminasi dan restriksi

Akibat tidak memiliki kewarganegaraan yang sah, etnis Rohingya sering mengalami diskriminasi dalam kehidupan sehari-hari.

Mereka juga menghadapi berbagai pembatasan termasuk dikontrol pergerakannya, pembatasan jumlah anak dalam keluarga serta hambatan akses ke pasar kerja.

Diskriminasi dan restriksi itu kemudian memicu bentrokan sektarian yang terus memburuk.

"Sebagai dampaknya setiap awal tahun ribuan etnis Rohingya menjadi manusia perahu untuk mencari kehidupan lebih baik dan demi masa depan anak cucu mereka" kata pakar Rohingya Nicholas Farrelly dari Australia National University.

Banyak yang terjerat sindikat penyelundup manusia dari Thailand. Dengan bayaran cukup tinggi hingga 1.500 US Dolar per orang.

Para pengungsi Rohingya itu kemudian ditampung di kamp sementara dekat perbatasan ke Malaysia.

Inilah jalur "trafficking" tradisional para pedagang manusia. Jika bernasib baik, mereka bisa melintas ke Malaysia dan mencari pekerjaan di sana, seperti sekitar 30.000 warga Rohingya yang beruntung. Jika naas, para pengungsi ini mati dibunuh penjahat penyelundup manusia.

Keseharian Pengungsi Rohingya di Aceh

Sebelum pemerintah Indonesia menyatakan kesediaannya untuk menampung pengungsi, para nelayan Aceh sudah menyelamatkan ratusan yang terlantar di lautan. Bagaimana nasib pengungsi Rohingya setelah tiba di Indonesia?.

Diangkut Truk

Pengungsi Rohingya yang diselamatkan dan berhasil tiba dengan kapal di pelabuhan desa Julok di provinsi Aceh diangkut dengan kendaraan truk terbuka ke tempat penampungan sementara pengungsi.

Menunggu

Sebelum memasuki tempat penampungan sementara, para pengungsi Rohingya dikumpulkan di lapangan terbuka terlebih dahulu. Identitas mereka didata oleh para relawan.

Tenda Medis Darurat

Dalam perjalanan dengan kapal, banyak pengungsi yang jatuh sakit. Di Kuala Langsa, Aceh, didirikan tenda pengobatan darurat.

Anak-anak Kelaparan

Ada banyak anak-anak yang tiba di Aceh dengan pengungsi Rohingya. Mereka datang dalam kondisi kelaparan. Beberapa relawan membagikan biskuit bagi anak-anak di pelabuhan desa Julok.

Mandi Bersama

Tempat membersihkan diri bagi para pengungsi, juga disediakan di desa Julok. Bak besar penuh air, lengkap dengan belasan gayung.

Tidur di Lapangan Bulutangkis

Tidak ada kasur yang nyaman. Cukup beralaskan tikar di gedung olahraga (GOR) di Lhoksukon, para pengungsi Rohingya berusaha untuk beristirahat.

Pemicu arus manusia perahu salah satunya adalah temuan kuburan massal di Thailand ke perbatasan Malaysia yang berisi jasad puluhan warga Rohingya.

Kasus ini sontak memicu kemarahan di Bangkok. Kemudian digelar razia besar-besaran terhadap bandit penyeludup manusia. Akibatnya, para pengungsi kemudian ditinggalkan begitu saja dalam perahunya di laut lepas.

ASEAN mengirim sinyal ke Myanmar, agar menghentikan tidakan represif terhadap minoritas Muslim Rohingya.

Juga negara tetangga diimbau agar bersikap lebih lunak dan menerima untuk sementara para manusia perahu itu berdasarkan azas kemanusiaan.

Sumber: dw.com 

as/yf (afp, rtr, dpa)

Share:
Komentar

Berita Terkini