-->

Bendungan Primer Langkahan, Derita Dua Desa Rawan Banjir?

Effendi Nurdin author photo

Aceh Utara, BAP–Bencana banjir yang dialami penduduk Gampong Buket Linteueng dan Lubok Pusaka di Kecamatan Langkahan, Kab. Aceh Utara rutin, setiap tahunnya mencapai lima hingga tujuh kali genangan air di pemukiman warga. Tak tanggung-tanggung, warga harus mengungsi berhari-hari kala bencana ini tiba.

Belum ada kepastian dari pemrintah untuk mengentaskan banjir tahunan tersebut, sedang warga setempat banjir dan genangan air capai atap rumah mereka merupakan hal yang pasti terjadi tiap tahunnya. Sehingga, sarana transportasi sampan tradisional nyaris tersedia tiap kepala keluarga dua desa terkait.

Banjir besar yang melanda sebagian besar wilayah Kecamatan Langkahan disebabkan meluapnya debit air daerah aliran sungai Arakundo. Curah hujan yang tinggi diseputaran perbukitan tinggi Bener Meriah merupakan kepastian banjir akan terjadi di pemukiman penduduk terkait.

Fakta tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh Geuchik dua desa tersebut dan juga para tokoh masyarakat yang ikut frustasi dengan keadaan mereka itu. Ancaman banjir kerap menggenangi mereka, mengancam harta benda, hingga jiwa masyarakat setempat.

Jumat sore 4/11/2022 pekan lalu, beritaacehpoe.net melakukan reportase atas musibah banjir yang terjadi di Gampong Buket Linteueng dan Lubok Pusaka. 

Nampak debit air sudah mulai surut, sebagian warga yang menempati pusat keramaian desa Buket Linteung mulai membersihkan sisa-sisa banjir di rumah masing-masing, hanya dua sampai tiga rumah saja yang tidak lagi tergenangi air di pusat keramaian tersebut, sedangkan lainya masih mendayung sampan untuk mencapai kios atau warung belanja.

"Tempat penampungan sudah dikosongkan warga, kendatipun debit air masih tinggi. Untuk mencapai Lubok Pusaka saja masih belum bisa lewat. Di Dusun Tengah dan Dusun Pateng, debit air masih mencapai 2 meter," kata Mansur, Geuchik Buket Linteung hari itu.

"Hari ini hari ketiga, warga sudah bosan dibarak, apalagi suplay makanan pengungsi sangat minim," lanjutnya.

Tak lama berselang, uluran tangan Kapolres Aceh Utara, AKBP. Riza Faisal SIK pun datang. Melalui Kapolsek Langkahan, Ipda Pulung Nur Hidayatullah didampingi muspika lainnya menyalurkan bantuan pangan berupa sembako. Dilain sisi, terlihat sejumlah tim medic dari Dinas Kesehatan sedang memeriksa puluhan korban banjir, selama tiga hari tiga malam digenangi air di dalam rumah mereka, warga mengalami penyakit alergi, batuk pilek dan demam.

Demikian juga, bantuan demi bantuan logistik masa panik terus berdatangan dari politisi lokal dari berbagai partai politik.

Banjir dan bantuan masa panik atau tanggap darurat bukan hal yang asing bagi warga setempat. Rasa syukurpun tampak dari raut wajah penduduk itu, tak kala pangan mereka bermasalah saat bencana banjir ini terjadi. Tapi, tidak sedikit dari mereka mempertanyakan, sampaikan kapan nasib kami akan seperti yang kami alami saat ini.

Geuchik Buket Linteueng, Mansur menyebut, untuk tahun 2022 sebanyak enam kali genangan air terjadi di pemukiman masyarakatnya. "Tahun ini tiga kali terparah, warga kami harus kami ungsikan dan genangan hari berhari-hari baru surut serta hilang," ungkapnya.

Untuk diketahui, Buket Linteueng memiliki luas wilayah sebesar 21.000 hektar, 14.000 luas wilayahnya kerap digenangi bencana banjir. Desa tersebut tercatat terdapat sebanyak 624 KK dengan totalitas jiwa sebanyak 2.184 orang.

"452 KK dengan 1.882 jiwa adalah korban banjir mutlak, setiap curah hujan tinggi masyarakat kami tersebut kerap menuai banjir besar," terang Mansur.

Bendungan Irigasi Utama Langkahan Sumber Bencana Banjir Langkahan?

Menelisik asal usul luapan air yang dengan cepat menyebar ke pemukiman warga Lubok Pusaka dan Buket Linteueng, warga banyak menyebutkan, Bendungan Prima atau Dam Langkahan adalah penyebabnya, kenapa?

Sikilas mengkaji DAS Arakundo, bersumber dari website resmi Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemukiman Rakyat, Sda.pu.go.id meyebut, sesuai hasil Studi Kelayakan dan Detail Desain yang dilaksanakan pada tahun 1981 – 1984 dengan sumber dana dari ADB, Luas Potensial D.I. Jambo Aye adalah 24.360 Ha yang arealnya terletak pada sisi kiri dan kanan sungai Arakundo. 

Bendung Jambo Aye terdiri dari 2 (dua) Intake, yaitu sisi kiri untuk areal 19.360 Ha dan sisi kanan untuk areal 3.028 Ha. Pekerjaan konstruksi Bendung dengan intake kiri dan jaringannya telah selesai pada tahun 1986 s/d 1992. Areal pada sisi kiri bendung (intake kiri) seluas 19.360 Ha yang terdiri dari : Sub D.I. Lhok Sukon 5.216 Ha, Sub D.I. Lueng Baro 1.244 Ha, Sub D.I. Mon Sukon 3.895 Ha, Sub D.I. Panton Labu 5.525 Ha, dan Sub D.I. Arakundo 3.480 Ha. 

Bendungan terkait rampung dikerjakan pada tahun 1992, dan dilanjutkan tahun 2009 lalu, serta sayap kanan pun yang diwacanakan sepanjang 10 KM ke Aceh Timur sedang dalam kontruksi. Nah, apa hubungannya bendungan dengan banjir pemukiman warga di dua desa?

Pasca pembangunan Dam Langkahan, diperkirakan Medio 1986, petaka banjir mulai tak terelakkan. Arus tajam kawasan sungai Arakundo terjadi penghambatan oleh bendungan, sehingga debit air melebar dan mentok menjadi lautan air yang langsung menerjang desa Lubok Pusaka dan Buket Linteueng.

Tujuan utama bendungan langkahan dibangun guna untuk membagikan air pada saluran Irigasi, dimana saluran utama terletak di kecamatan terkait. Suplai irigasi meliputi delapan kecamatan di Aceh Utara, Lhokseumawe dan Aceh Timur.

Pada faktanya, suplai air irigasi untuk belasan ribu persawahan warga adalah program yang menguntungkan daerah, utamanya para petani. Akan tetapi, terdapat dampak lainnya yang seharusnya diperhatikan oleh pemerintah terkait, baik pusat maupun daerah.

Berdasarkan keterangan masyarakat setempat, sempat dibicarakan tentang wujud kepedulian pemerintah dalam menanggulangi imbas lingkungan. Pemerintah dikabarkan, sempat membayar ganti rugi lahan bantaran sungai, tapi bukan pemukiman ekses banjir yang diperhatikan.

"Pernah dibahaskan kepada kami, dan kabar pun menyebar, dimana pemukiman warga telah diberikan ganti rugi, yang mana yang diganti rugi?, apakah pemukiman warga kami yang terus menerus diterjang banjir atau hanya tanah dikawasan sungai, kami butuh kejelasan?" kata Geuchik Mansur diamini Geuchik Lubok Pusaka, Sulaiman.

"Dam menghambat kelancaran air, sehingga mengakibatkan kami rawan banjir. Kami sangat mendukung program pemerintah dalam membangun pembangunan irigasi, tapi kondisi kami juga harus diperioritaskan, banjir ditempat kami masih bisa ditanggulangi, jika saja pemerintah tidak menutup mata," lanjut Mansur.

Geuchik Lubok Pusaka dan Buket Linteueng yang sengaja dijumpai oleh wartawan dalam reportase banjir menuturkan, sebesar 80 persen KK ditempat mereka adalah korban bencana banjir, ratusan unit rumah berkondisi memperihatinkan, dimana dengan cepat rumah-rumah papan itu menjadi rumah kayu kapuk, disebabkan terus menerus digenangi air mencapai atap-atapnya.  

Mereka juga menjelaskan, pemerintah desa setempat pun belum bisa memenuhi keinginannya dalam membangun desa mereka. Puluhan ribu hektar lahan pertanian, tetapi warga tidak bisa bertani, disamping pemalakan hutan belantara terus terjadi oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab. Ribuan lahan cikal bakal perkebunan, hanya bisa ditanami sawit yang memiliki ketahanan banjir.

"Warga kami menanam pisang, cokelat, pinang, jeruk nipis dan beragam komuditas lainnya, gagal. Tanaman itu tidak bertahan dalam genangan air, apalagi tanaman muda," lanjut Mansur, seraya menambahkan, saat ini seluas enam hektar, tanaman padi sawah tadah hujan yang siap panen telah gagal, pasalnya, tanaman itu membusuk didalam genangan air.

Seabagai Geuchik, kepala pemerintahan desa disana mengaku sangat kekualahan menghadapi kondisi yang serupa tiap perjalanan waktu. "Kami selalu mencemaskan keselamatan warga kami, menangani pelaporan kerugian warga, melakukan evakuasi, memantau perjalanan banjir siang dan malamnya, tapi banjir ditempat kami ini tidak pernah berakhir," sambung Mansur dengan wajah kecewa.

Pemerintah menuntut kemandirian desa, peningkatan ekonomi dalam skala ketahanan pangan, kesejahteraan masyarakat, mengentas kemiskinan dan juga menempati rumah yang layak huni, hal itu tidak berlaku bagi mereka. Rumah kediaman warga terkait jauh dari harapan, impian mereka hanya terlepas dari bencana besar banjir itu.

Ratusan rumah telah terjadi ambruk secara perlahan, perekonomian mereka juga tidak berjalan sesuai dengan harapan. 

Geuchik Mansur maupun Geuchik Sulaiman mengharapkan banjir yang terjadi ditempat mereka segera ditangani, "Kami meyakini, pembangunan tanggul sepanjang 10 Km lebih kurang dari Gampong Rumoh Rayek, Buket Linteueng dan Lubok Pusaka akan mengakhiri banjir bandang tersebut," timpal Sulaiman S.

"Bendungan ini sumber pusat banjir bagi kami, agar kami tidak mempermasalahkan bendungan ini, dibikinilah kami tanggul kepada kami, kami sudah jenuh dengan kondisi ini," sambungnya.

"Jika tidak demikian, pemerintah membebaskan mereka dari banjir ini. Apakah mereka harus dievakuasi total atau bagaimana terserah pemerintah. Jelas, pemukiman mereka tidak pernah aman dari banjir," tukas Mansur.

Sejauh artikel ini ditayangkan, belum ada informasi resmi dari pemerintah daerah menanggapi keluhan tersebut. Kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Utara diharapkan, agar persoalan yang disampaikan oleh warga Buket Linteueng dan Rumoh Rayek dapat direalisasikan.(***)

Reportase :
Efendi Noerdin
Abdul Rafar
Share:
Komentar

Berita Terkini