-->

Soroti Mutasi Wakil Ketua MS Aceh, Haji Uma: Mahkamah Agung Langgar UUPA

Abdul Rafar author photo

Jakarta, BAP--H. Sudirman akrab disapa Haji Uma anggota DPD-RI asal Aceh menyeroti adanya pelanggaran Undang-Undang nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang dilakukan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.
 
Pelanggaran dimaksud Haji Uma terkait mutasi Dra. Hj. Reni Zurnilah, M.H, Hakim Tinggi Pengadilan Agama Banten sebagai Wakil Ketua Mahkamah Syariah Aceh oleh Tim Promosi Mutasi Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia, tanpa memperhatikan pengalamannya sebagai hakim tinggi di Mahkamah Syar'iyah Aceh sebagaimana Amanah Pasal 135 Ayat (3) UUPA.
 
"Pada Pasal 135 Ayat (3) UUPA disebutkan Ketua dan wakil ketua Mahkamah Syar'iyah Aceh diangkat oleh Ketua Mahkamah Agung dengan memperhatikan pengalamannya sebagai Hakim Tinggi di Mahkamah Syar'iyah Aceh, namun melihat pengalaman saudari Dra. Hj. Reni Zurnilah M.H jangankan menjadi hakim tinggi Aceh, menjabat sebagai hakim tingkat Pertama di Aceh saja tidak pernah" ungkap Haji Uma Jum'at 26/8/2022 kepada beritaacehpoe.net melalui pesan rilisnya.
 
Haji Uma menambahkan, seharusnya Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia mengetahui bahwa Metamorfosis Pengadilan Agama di Aceh ke Mahkamah Syar'iyah Aceh bukan hanya soal nama, tapi juga ada penambahan kewenangan terutama mengadili tentang Jinayah, dan perubahan ini di akomodir dalam UUPA.  
 
Haji Uma meminta Mahkamah Agung RI untuk segera meninjau ulang pelanggaran UUPA yang dilakukan oleh Tim Promosi dan Mutasi Mahkamah Agung RI, sebelum dirinya perlu melayangkan surat kepada Presiden dan Ketua Komisi Yudisial termasuk Ketua Mahkamah Agung RI.
 
"Seharusnya Mahkamah Agung RI menjaga Keistimewaan Aceh, bukan malah melanggar secara sistematis, hal tersebut menciderai kekhususan Aceh sebagai win-win solution mengakhiri konflik termasuk lahirnya UUPA" tegas Haji Uma.
 
Di akhir penyampaiannya Haji Uma ikut menjelaskan bahwa menjaga kewenangan dan keistimewaan Aceh merupakan tugas seluruh rakyat Aceh agar tidak dilucuti satu persatu oleh Pemerintah Pusat yang berujung terjadinya kegaduhan dan gugatan seperti halnya gugutan Pemerintah Aceh tahun 2017 terhadap pasal 557 UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Share:
Komentar

Berita Terkini