-->

Saat Sri Mulyani Bandingkan APBN Era Soekarno & Soeharto

Redaksi author photo
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani di acara Rapat Koordinasi Nasional Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Properti 2019. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)


Jakarta, BAPNET- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membandingkan sejumlah kebijakan fiskal lintas era pemerintahan. Kebijakan yang tertuang melalui APBN (Anggaran Pendapan dan Belanja Negara) ini dijabarkan sejak era Indonesia baru merdeka.

Menurutnya, APBN memiliki peranan penting dan merupakan esensi yang hampir identik dengan jatuh bangunnya republik Indonesia. Karena itu, kebijakan di tiap era memiliki perbedaan.

"Pada saat presiden kita yang pertama [mendiang Presiden Soekarno] mungkin beliau tidak memiliki kemewahan [anggaran negara]. Karena dari memperjuangkan kemerdekaan membangun Indonesia dari nol, dengan tata kelola dengan peraturan perundang-undangan semuanya adalah masih legacy [warisan] dari penjajahan," ujarnya dalam acara bedah buku yang berlangsung Sabtu (4/7/20).

Dengan institutional setting yang belum memadai, kala itu Indonesia dituntut harus berdiri tegak sebagai negara yang merdeka dengan cita-cita yang tertuang dalam mukadimah UUD 45 dan dasar Pancasila.

"Namun kita berasal dari situasi yang luar biasa nol pada saat kita mengambilalih dari penjajahan Belanda melalui perjuangan. Bukan melalui suatu proses yang mudah," kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.

Dengan berbagai keterbatasan ini, Sri Mulyani menyebut bahwa ada implikasi di era selanjutnya. Dikatakan, Indonesia menghadapi krisis fiskal pada masa-masa peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru.

"Menyebabkan kita harus melakukan negosiasi terhadap banyak kreditor pada pertengahan tahun 60-an. Paris Club yang pertama," paparnya.

Kemudian periode Orde Baru saat mendiang Presiden Soeharto, dia menjelaskan para teknokrat punya milestone atau pencapaian luar biasa. Era tersebut ditandai dengan reformasi di bidang keuangan negara.

"Yaitu melalui balance budget di mana defisit hanya boleh dibiayai oleh utang yang berasal dari bilateral dan multilateral. Di situlah disiplin itu menimbulkan suatu stabilitas," bebernya.

Sayangnya, kata Sri Mulyani, di Indonesia hal itu tidak ada dokumentasinya. Hal ini baru disadari Sri Mulyani ketika sudah menjabat sebagai Menteri Keuangan.

"Saya semenjak jadi menteri keuangan menyadari, banyak hal yang terjadi di republik ini kita tidak meng-capture-nya secara sangat detail sehingga banyak yang kita pelajari mungkin Sekarang harus belajar dari oral learning seperti ini," paparnya.

Dalam kesempatan itu diluncurkan buku Sri Mulyani bersama sejumlah ekonom berjudul Terobosan Baru Atas Perlambatan Ekonomi.


Suber: BBC

Share:
Komentar

Berita Terkini