-->

Dana CSR PT Medco Untuk Proyek Mubazir

Redaksi author photo
Oleh: Usman Lamreung

PT. Medco E&P Malaka (Medco E&P) melalui dana CSRnya membuat program pemberdayaan masyarakat dengan program Padi Sri, Tanaman Obat Keluarga (TOGA) Sayuran organik (SORGA) sekarang ini terbengkalai dan menyisakan papan nama di Desa Blang Nisam Kec. 

Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur. Program tersebut dilaksanakan pada tahun 2016/2017. 

Kondisi Tanaman Obat Keluarga (TOGA) serta Sayuran Organik (SORGA) kebunnya tak terurus, sudah jadi semak-semak ditumbuhi tumbuhan lainnya. 

PT. Medco menunjuk Yayasan Aliksa Consultan CRS/Bogor, sebagai pendamping Program tersebut. 

Setelah gagal di Desa Blang Nisam (2016/2017), kemudian Yayasan Aliksa kembali melaksanakan pendampingan di Desa Alue Itam pada tahun 2018/2020.

Dalam kegiatan perencanaannya tanpa melibatkan partisipasi warga sebagai penerima manfaat. Program Padi Sri Organik, Sayuran Organik (sorga), dan Tanaman Obata Keluarga (toga) bukan usulan warga.

Ketiganya adalah program Yayasan Aliksa dan  tidak memberi keuntungan kepada petani.

Mengherankan lagi di papan nama tidak tertulis nomor kontrak kerjasamanya antara consultan dengan PT. Medco, nilai kontrak dan tanggung jawab consultan sejauh mana, biasa setiap ada pekerjaan dan program di masyarakat jelas kontrak, nilai dan batas waktu.

Kendala pada program tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan para petani dengan kami dari penjelasan mereka adalah sebagai berikut: 

1. Pendapatan dari hasil panen tidak mampu membiayai biaya operasional. 

2. Kegiatan ini diakui sebagai kegiatan sampingan, sehingga jika musim tanam padi kegiatan ini ditinggalkan.3) Pagar seadanya sehingga gampang rusak. 

Dari penjelasan para petani tersebut, dapat disimpulkan bahwa; 

1. Semangat/ kekompakan menurun (pengakuan salah satu anggota dikarenakan pendamping sudah tidak ada). 

2. Laba dari hasil panen tidak cukup menjanjikan sehingga dijadikan kegiatan sampingan saja.

 3. Belum ada manajemen tanam,karena tanah seluas tiga (3) Rante ditanami berbagai macam jenis sayur namun tidak cukup memenuhi permintaan pasar.

Sesuai yang disampaikan para kelompok petani dua desa tersebut, tidak berbanding lurus dengan apa yang dilaporkan PT. Medco ke BPMA, sehingga dinilai PT. Medco sangat berhasil melaksanakan program-program CSR di Blok A, sampai program tersebut mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Aceh. 

Atas nama pemerintah Aceh yang diwakili oleh Asisten II Pemerintah Aceh Bidang Perekonomian dan Pembangunan Teuku Ahmad Dadek menyerahkan penghargaan PADMA Award. 

Dari masalah program tersebut, kami sangat meragukan kesahihan hasil monitoring yang di lakukan oleh BPMA terkait program-program CSR yang dilakukan PT Medco. 

Seharusnya BPMA tidak hanya menerima hasil laporan saja, tapi perlu juga investigasi dan mencroscek kelapangan.

BPMA harus sering-seringlah melakukan koordinasi, dan minotoring terhadap berbagai program CSR, apakah sudah tepat sasaran atau belum.

Jangan berdiam diri di Banda Aceh saja, sesekali turun kelapangan, jangan hanya tunjangan saja yang besar, namun harus ada riward yang berbanding lurus dengan ouput kinerja, khususnya wilayah tanggungjawabnnya. 

Banyak sekali isu berkembang diantaranya isu CSR tidak tepat sasaran, kerja sama degan UPK, pengelolaan tenaga kerja, masalah lingkungan dan sebagainya.

Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah, kenapa PT Medco tidak berdayakan pendamping (konsultan) lokal, mengapa harus program Padi Sri, Sorga, dan Toga? Apakah karena Yayasan Aliksa hanya ekspert di program tersebut?
PT. Medco E&P Malaka (Medco E&P) melalui dana CSRnya membuat program pemberdayaan masyarakat dengan program Padi Sri, Tanaman Obat Keluarga (TOGA) Sayuran organik (SORGA) sekarang ini terbengkalai dan menyisakan papan nama di Desa Blang Nisam Kec. Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur.

Program tersebut dilaksanakan pada tahun 2016/2017. Kondisi Tanaman Obat Keluarga (TOGA) serta Sayuran Organik (SORGA) kebunnya tak terurus, sudah jadi semak-semak ditumbuhi tumbuhan lainnya. 

PT. Medco menunjuk Yayasan Aliksa Consultan CRS/Bogor, sebagai pendamping Program tersebut. 

Setelah gagal di Desa Blang Nisam (2016/2017), kemudian Yayasan Aliksa kembali melaksanakan pendampingan di Desa Alue Itam pada tahun 2018/2020, dan dalam kegiatan perencanaannya tanpa melibatkan partisipasi warga sebagai penerima manfaat.

Program Padi Sri Organik, Sayuran Organik (sorga), dan Tanaman Obata Keluarga (toga) bukan usulan warga. Ketiganya adalah program Yayasan Aliksa dan  tidak memberi keuntungan kepada petani.

Mengherankan lagi di papan nama tidak tertulis nomor kontrak kerjasamanya antara consultan dengan PT. Medco, nilai kontrak dan tanggung jawab consultan sejauh mana, biasa setiap ada pekerjaan dan program di masyarakat jelas kontrak, nilai dan batas waktu.

Kendala pada program tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan para petani dengan kami dari penjelasan mereka adalah sebagai berikut: 

1. Pendapatan dari hasil panen tidak mampu membiayai biaya operasional. 

2. Kegiatan ini diakui sebagai kegiatan sampingan, sehingga jika musim tanam padi kegiatan ini ditinggalkan.

3. Pagar seadanya sehingga gampang rusak. 

Dari penjelasan para petani tersebut, dapat disimpulkan bahwa; 



1. Semangat/ kekompakan menurun (pengakuan salah satu anggota dikarenakan pendamping sudah tidak ada). 

2. Laba dari hasil panen tidak cukup menjanjikan sehingga dijadikan kegiatan sampingan saja. 

3. Belum ada manajemen tanam,karena tanah seluas tiga (3) Rante ditanami berbagai macam jenis sayur namun tidak cukup memenuhi permintaan pasar.

Sesuai yang disampaikan para kelompok petani dua desa tersebut, tidak berbanding lurus dengan apa yang dilaporkan PT. Medco ke BPMA, sehingga dinilai PT Medco sangat berhasil melaksanakan program-program CSR di Blok A, sampai program tersebut mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Aceh. Atas nama pemerintah Aceh yang diwakili oleh Asisten II Pemerintah Aceh Bidang Perekonomian dan Pembangunan Teuku Ahmad Dadek menyerahkan penghargaan PADMA award kepada VP Operation Onshore Medco E&P Arif Rinaldi pada tanggal 7 Desember 2019 di Banda Aceh. 

Dari masalah program tersebut, kami sangat meragukan kesahihan hasil monitoring yang di lakukan oleh BPMA terkait program-program CSR yang dilakukan PT Medco. 

Seharusnya BPMA tidak hanya menerima hasil laporan saja, tapi perlu juga investigasi dan mencroscek kelapangan.

BPMA harus sering-seringlah melakukan koordinasi, dan minotoring terhadap berbagai program CSR, apakah sudah tepat sasaran atau belum. 

Jangan berdiam diri di Banda Aceh saja, sesekali turun kelapangan, jangan hanya tunjangan saja yang besar, namun harus ada riward yang berbanding lurus dengan ouput kinerja, khususnya wilayah tanggungjawabnnya. 

Banyak sekali isu berkembang diantaranya isu CSR tidak tepat sasaran, kerja sama degan UPK, pengelolaan tenaga kerja, masalah lingkungan dan sebagainya. 

Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah, kenapa PT Medco tidak berdayakan pendamping (konsultan) lokal, mengapa harus program Padi Sri, Sorga, dan Toga? Apakah karena Yayasan Aliksa hanya ekspert di program tersebut?

Penulis adalah Pengamat Lingkungan Aceh
Share:
Komentar

Berita Terkini